Publik gerah, pengawasan proyek sekolah sma smk di wilayah desa karet kabupaten tangerang
Di tengah gembar-gembor transparansi dan akuntabilitas, publik justru dibuat gerah. Tiap harinya pasti ada saja berita dari media lokal Kabupaten Tangerang yang menyoroti temuan kejanggalan dalam pelaksanaan proyek anggaran pemerintahan. Dari proyek tanpa papan nama hingga pelanggaran K3, semua memperlihatkan pengawasan yang tumpul dan kehilangan arah. Padahal, papan proyek dan penerapan K3 bukan sekadar formalitas. Dua hal itu adalah kewajiban hukum dan wujud transparansi anggaran rakyat. Namun yang lebih memprihatinkan, lembaga pengawasan yang mestinya peka justru memilih diam.
Temuan di lapangan bukan hal baru, tapi seperti angin lalu tanpa tindakan nyata. Warga mulai muak dengan pola pembiaran yang berulang. “Kalau fungsi pengawasan harus nunggu laporan dulu, itu bukan pengawasan itu pembiaran!” celetuk seorang warga Tangerang dengan nada kesal.
Para aktivis sosial menilai pengawasan internal Pemkab Tangerang kini kehilangan taring dan keberanian moral. “Kalau pengawasnya tidur, pelaksananya liar, pimpinan diam itu bukan pemerintahan, tapi pembiaran yang disengaja,” sindir salah satu pemerhati publik Kabupaten Tangerang.
Sorotan publik pun kini mengarah kepada Inspektorat, lembaga yang dikenal tegas dan disiplin. Warga berharap ketegasan itu kembali terlihat di tengah lemahnya pengawasan proyek. “Lembaga ini jangan diam. Ini bukan soal politik, tapi soal tanggung jawab moral,” ujar seorang tokoh masyarakat dari Kutabumi, Tangerang.
Ketua Umum Forum Jurnalis Pasar Kemis (Forjumis) Hamonangan Simanjuntak, menegaskan proyek bangunan tanpa papan nama dan tanpa K3 bukan sekadar kelalaian administratif. “Itu pelanggaran hukum. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sudah jelas mengatur sanksinya,” tegasnya.
Juntak, sapaannya juga mengingatkan bahwa pengembalian uang negara bukan berarti bebas dari pidana. “Ada yang berpikir cukup kembalikan uang, masalah selesai. Itu salah besar. Kalau ada unsur pidana, proses hukum tetap berjalan,” ujarnya lagi.
Kini bola panas ada di tangan pemerintah daerah. Apakah Inspektorat, Dewan, dan jajaran eksekutif akan tetap tutup mata, atau berani turun langsung ke lapangan? Karena diamnya pengawas bukan sekadar lalai, tapi tanda ikut menikmati pembiaran.
"Jika inspektorat benar mewarisi ketegasan tentang Peraturan Daerah, inilah saatnya membuktikan: hidupkan kembali pengawasan yang dinilai telah mati rasa," kata Juntak lagi